CATL Naikkan Standar Baterai Sodium Ion, Jarak Tempuh dan Keamanan EV Jadi Lebih Masuk Akal
CATL mencetak rekor baru baterai sodium ion dengan kepadatan energi tinggi. Teknologi ini membuka peluang EV lebih murah dan tahan cuaca ekstrem.
Harga mobil listrik masih jadi penghalang utama adopsi massal, termasuk di Indonesia. Di balik itu, baterai selalu menjadi faktor penentu. Ketika harga lithium kembali merangkak naik dan regulasi tambang makin ketat, teknologi yang sempat dilupakan mulai dilirik lagi. Baterai sodium ion kini bukan sekadar eksperimen, tapi mulai terlihat sebagai opsi nyata.
Sodium Ion Kembali Relevan karena Alasan yang Sangat Praktis
Selama beberapa tahun terakhir, lithium iron phosphate terasa sulit dikalahkan. Murah, aman, dan sudah matang secara industri. Namun kondisi pasar berubah. Harga lithium karbonat yang sempat jatuh setelah 2022 kini mulai naik lagi, sebagian karena pasokan makin diatur ketat.
Di titik ini, sodium ion kembali masuk radar. Bahan bakunya jauh lebih melimpah dan biaya produksinya mulai lebih rendah dibanding beberapa baterai LFP. Bagi produsen besar, ini bukan soal idealisme teknologi, tapi soal hitung-hitungan jangka panjang.
Rekor Energi yang Mengubah Persepsi Lama
Salah satu kelemahan klasik sodium ion adalah kepadatan energi yang rendah. Artinya baterai lebih berat untuk jarak tempuh yang sama. Di sinilah terobosan terbaru CATL terasa penting.
Sel sodium ion generasi baru mereka diklaim mencapai sekitar 175 Wh per kilogram. Ini rekor baru untuk kategori sodium ion dan sudah mendekati baterai LFP yang dipakai luas di mobil listrik saat ini. Memang masih di bawah LFP terbaru yang sudah tembus di atas 200 Wh per kilogram, tapi jaraknya kini jauh lebih masuk akal dibanding beberapa tahun lalu.
Untuk konteks dunia nyata, ini berarti mobil listrik berbasis sodium ion tidak lagi harus mengorbankan jarak tempuh secara ekstrem.
Tahan Dingin dan Panas, Masalah Lama EV
Kinerja baterai di suhu ekstrem sering jadi keluhan, terutama di wilayah dengan musim dingin. Sodium ion justru punya keunggulan alami di sini. CATL mengklaim baterainya tetap berfungsi stabil dari minus 40 hingga 70 derajat Celsius.
Dalam kondisi musim dingin, kendaraan yang menggunakan paket ini disebut masih bisa menempuh jarak lebih dari 300 mil. Angka ini tentu bergantung pada banyak faktor, tapi klaim tersebut menunjukkan bahwa sodium ion tidak lagi hanya cocok untuk aplikasi terbatas.
Bukan Sekadar Konsep, Produksi Massal Mulai Disiapkan
CATL menargetkan produksi massal lini sodium ion mereka dengan merek Naxtra mulai 2026. Ini bukan lagi riset laboratorium. Teknologi ini disebut sudah lolos standar keamanan dan performa terbaru di China, menjadikannya baterai sodium ion komersial pertama yang mencapai tahap tersebut.
Penggunaannya pun tidak dibatasi hanya untuk mobil penumpang. Armada komersial, penyimpanan energi, hingga sistem tukar baterai disebut sebagai target utama. Beberapa pelanggan bahkan dikabarkan sudah bersiap menerima pengiriman.
Kelebihan yang Terlihat Jelas
Biaya bahan baku lebih stabil dibanding lithium
Tahan di suhu ekstrem, cocok untuk berbagai iklim
Keamanan tinggi dan risiko termal lebih rendah
Mulai mendekati jarak tempuh EV arus utama
Kekurangan yang Masih Perlu Waktu
Kepadatan energi masih di bawah baterai LFP terbaik
Ukuran dan bobot baterai tetap lebih besar
Belum tersedia luas di pasar konsumen
CATL tampaknya tidak melihat sodium ion sebagai pengganti total lithium, melainkan pasangan strategis. Untuk segmen tertentu, terutama mobil listrik terjangkau dan aplikasi komersial, teknologi ini bisa menjadi kunci menekan harga tanpa mengorbankan keamanan.
Jika tren harga lithium terus naik dan pengembangan sodium ion konsisten, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan kita akan melihat mobil listrik yang lebih murah, lebih tahan cuaca, dan lebih realistis untuk pasar berkembang. Bukan revolusi instan, tapi perubahan arah yang pelan dan terasa.